Rabu, Juni 11

Enaknya Pilih Klasik, Art Deco, atau Modern?

Jika ingin beli rumah, jangan gampang terpikat dengan tampak mukanya saja. Saran itu dikemukakan oleh Imelda Akmal, principal dari Imelda Akmal Architecture Writer. Menurut wanita yang banyak menulis buku bertemakan arsitektur itu, ada pertimbangan lain yang sebetulnya lebih penting. Misalnya, soal kebutuhan ruang yang diselaraskan dengan jumlah anggota keluarga, dan tingkat kenyamanan selama tinggal di dalam rumah. Rumah yang berpenampilan menarik belum tentu nyaman ditempati. la mencotohkan model-model rumah mediteranian. Karena minim tritisan dan kanopi, akhirnya banyak dindingnya yang terkena sinar matahari. "Padahal sifat dinding itu menyerap panas di siang hari, dan akan melepas panas di malam hari," katanya. Rumah jadi panas, baik siang maupun malam. Supaya nyaman dibutuhkan alat pendingin ruangan. Butuh support tenaga listrik yang besar, sehingga biaya operasional rumah jadi mahal. Bukan hanya itu saja. Tembok yang sering kehujanan dan kepanasan juga mudah mengelupas catnya. Kondisi alam di negara-negara sekitar laut tengah, tempat asal model rumah mediteranian, memang jauh berbeda dengan di Indonesia. Di sana musim panasnya paling banter hanya dua atau tiga bulan, itupun udaranya kering, dan tak sampai membuat badan berkeringat. Sedangkan di sini musim panasnya sampai enam bulan, dan udaranya lembab.Menurut Imel, rumah yang cocok dengan alam Indonesia adalah rumah yang memiliki teras dan tritisan lebar, melindungi dinding dari terpaan sinar matahari. Pada dekade 1980-an, para pengembang masih menggunakan langgam-langgam rumah Indonesia. Contohnya, di Bintaro Jaya sektor I sampai VI. Lagi pula, ia melanjutkan, rumah itu harus memiliki koneksitas dengan pengalaman penghuninya. Nenek moyang kita membuat rumah dengan tritisan yang lebar, karena berdasarkan pengalaman Indonesia memiliki curah hujan tinggi dan musim panas yang panjang."Rumah yang enak menurut saya, ada koneksitas dengan pengalaman-pengalaman sebelumnya," kata Imelda. Misalnya, ada orang pernah tinggal di Paris. Rumahnya enak sekali. Waktu pulang ke Indonesia pingin bangun rumah yang bentuk dan tata letaknya seperti di sana. Jadi ketika berada di rumah ia merasakan kenyamanan, karena mengingatkan dia dengan sesuatu yang telah lama disukai. Seharusnya, arsitektur berangkat dari kebutuhan penghuninya. Bukan seperti sekarang, model rumah sengaja diciptakan pengembang, lantas orang disuruh menyesuaikan. Orientasinya lebih mementingkan sisi komersial semata. "Harusnya arsitektur tidak seperti itu," kritiknya.
Langgam Indonesia Mulai Ditinggalkan
Kenyataannya, langgam Indonesia memang mulai ditinggalkan sejak pengembang mengenalkan rumah bergaya mediteranian di dekade 1990-an. Gelombang mediteranian itu berlangsung hingga 1997. Memasuki krisis moneter, langgam arsitektur dari laut tengah itu mulai ditimpa oleh rumah-rumah tematik berbau klasik yang disodorkan konsorsium multinasional PT Duta Pertiwi, Marubeni, LG, dan Land & House, di perumahan Kota Wisata. Kemudian konsep itu dipakai pula oleh PT Duta Pertiwi di proyeknya sendiri; Legenda Wisata, Telaga Golf Sawangan, dan beberapa proyek yang lain, baik di Botabek, maupun di kota-kota lain.Ketika krisis ekonomi mulai mereda, pengembang ganti menyodorkan rumah model klasik, art deco, dan modern. Lagi-lagi pasar langsung menyambut antusias. (Artikel selengkapnya ada di majalah ESTATE edisi September 2004)
(Sumber: www.estate.co.id, 01 April 2006)
(Perumahan Taman Palagan Asri, Hunian Nyaman di Jogja Utara)
(Perumahan di Jogja)

Artikel terkait



1 komentar:

Anonim mengatakan...

artikel anda ada di:

http://rumah-taman.infogue.com/
http://rumah-taman.infogue.com/enaknya_pilih_klasik_art_deco_atau_modern_


anda bisa promosikan artikel anda di infogue.com yang akan berguna untuk semua pembaca. Telah tersedia plugin/ widget vote & kirim berita yang ter-integrasi dengan sekali instalasi mudah bagi pengguna. Salam!